Perubahan iklim sudah menjadi isu global yang dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan. Salah satu dampak paling mencolok adalah mencairnya es di kutub. Fenomena ini bukan hanya mengancam kenaikan permukaan laut dan ekosistem lokal, tetapi juga membawa risiko tersembunyi yang jarang dibicarakan yaitu kebangkitan virus kuno yang telah terperangkap di dalam es selama ribuan hingga jutaan tahun.

Highlight

  • Lingkungan Beku sebagai Reservoir: Gletser dan permafrost adalah reservoir alami yang menyimpan sejumlah besar mikroorganisme, sebagian besar dalam keadaan tidak aktif, termasuk patogen manusia.
  • Pemanasan Global dan Pencairan Es: Pemanasan global mempercepat pencairan es, sehingga sekitar 4 × 10^21 mikroorganisme terlepas setiap tahun dari ruang bekunya dan memasuki ekosistem dekat pemukiman manusia.
  • Hipotesis Pelepasan Mikroba: Beberapa tahun lalu, diusulkan bahwa pelepasan massal mikroba potensial patogen—yang mungkin telah punah ribuan atau jutaan tahun lalu—dapat memicu epidemi.
  • Wabah Antraks dan Temuan Patogen: Wabah antraks baru-baru ini di Siberia dan penemuan bakteri serta virus patogen di gletser di seluruh dunia mendukung hipotesis ini.
  • Tujuan Tinjauan: Tinjauan ini merangkum bukti ilmiah terkini yang memungkinkan kita membayangkan kemungkinan terjadinya wabah epidemi akibat kebangkitan dan pelepasan mikroba dari gletser dan lapisan es.

Mencairnya Es Kutub: Tanda-Tanda Perubahan Iklim yang Mengerikan

Es di kutub utara dan selatan sedang mencair dengan laju yang mengkhawatirkan. Menurut data dari National Snow and Ice Data Center (NSIDC), luas es laut Arktik mencapai titik terendah dalam sejarah pengamatan pada tahun 2020. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi habitat satwa liar, tetapi juga mempercepat perubahan iklim itu sendiri melalui mekanisme umpan balik positif. Saat es mencair, permukaan bumi yang lebih gelap dan menyerap lebih banyak panas terpapar, mempercepat pemanasan global.

Banyak kalangan ilmuwan yang mengkhawatirkan kondisi bumi saat ini. Saat ini bumi sedang mengalami pemanasan global yang cukup ekstrem. Mereka cemas permafrost/es abadi yang membeku di kutub selama bertahun-tahun mencair dan melepaskan virus-virus purba yang terkurung di dalamnya.

Virus Purba: Ancaman yang Kembali Hidup

Source: National Library of Medicine

Peneliti di Pusat Penelitian Gabungan Komisi Eropa menemukan sekitar tiga persen dari virus purba itu bisa menjadi dominan setelah dilepaskan dari es. Artinya, patogen ‘penjelajah waktu’ itu memiliki risiko memicu perubahan pada ekologi sekaligus mengancam kesehatan manusia.

Saat suhu Bumi meningkat, lebih banyak lapisan es akan mencair. Dalam kondisi normal, lapisan es dangkal yang memiliki ketebalan sekitar 50 cm biasanya mencair setiap musim panas. Namun, pemanasan global kini secara perlahan memanaskan lapisan permafrost yang lebih tua.

Tanah permafrost yang beku merupakan lingkungan yang ideal untuk bakteri bertahan hidup dalam waktu yang sangat lama, bahkan mungkin hingga satu juta tahun. Akibatnya, mencairnya es berpotensi membuka kotak penyakit Pandora.

Suhu di Lingkaran Arktik meningkat dengan pesat, sekitar tiga kali lipat lebih cepat dibandingkan bagian dunia lainnya. Dengan mencairnya es dan lapisan es, kemungkinan besar virus menular lainnya akan terlepas ke lingkungan.

Saat es mencair, mikroorganisme yang sudah lama terperangkap di dalamnya mulai muncul ke permukaan. Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan virus-virus kuno di lapisan es dan permafrost Siberia yang mencair. Salah satu penemuan penting adalah virus raksasa Mollivirus sibericum yang berusia lebih dari 30.000 tahun. Virus ini ditemukan dalam kondisi cukup baik sehingga bisa “dihidupkan” kembali di laboratorium.

Keberadaan berbagai virus di lingkungan es tidak bisa diragukan lagi. Bellas dan timnya (2015) menggunakan teknologi canggih untuk mendeteksi berbagai virus baru di lubang kriokonit di permukaan es Svalbard dan platform Greenland.

Penelitian serupa oleh Paéz-Espino dan rekan-rekannya (2016) berhasil mengidentifikasi 125.000 genom virus dari ribuan sampel di seluruh dunia, termasuk dari Antartika. Selain itu, Rassner dan tim (2016) menemukan bahwa virus yang terjebak dalam aliran gletser tahan terhadap perubahan suhu dan bisa tetap aktif dalam waktu lama, serta bisa menginfeksi bakteri di lingkungan perairan yang ada di hilir.

Baru-baru ini, Zhong dan timnya (2020) mengembangkan metode untuk mengumpulkan partikel virus dari sampel es gletser, lalu mengekstraksi dan memurnikan DNA virus tersebut. Metode ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi virom dalam sampel es dari gletser Guliya di Tibet, yang diperkirakan berusia antara 500 hingga 15.000 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan adanya 33 populasi virus, termasuk 28 genera virus baru yang belum pernah diketahui sebelumnya, dengan setengahnya adalah bakteriofag yang mungkin bisa menginfeksi bakteri.

Kita perlu mempelajari lebih lanjut untuk memahami apakah virus yang terjebak di es hanya bertahan atau juga bisa menular. Meskipun banyak penelitian sudah menunjukkan bahwa ada banyak virus di lingkungan beku, kita masih kekurangan informasi tentang seberapa berpotensi virus-virus ini menular.

Seperti yang disebutkan oleh Rassner dan timnya pada tahun 2016, kondisi keras di lingkungan beku dapat memengaruhi kemampuan virus untuk menginfeksi mikroba. Selain itu, virus rentan terhadap kerusakan akibat sinar UV dan suhu ekstrem yang ada di gletser.

Jadi, untuk membuktikan apakah virus-virus ini benar-benar bisa menular, kita perlu melakukan eksperimen yang ketat dan akurat di laboratorium, menggunakan model infeksi yang tepat, seperti sistem inang ekstremofilik baru yang dapat menumbuhkan virus dari habitat ekstrem.

Sebagai contoh, penelitian oleh Filippova dan timnya pada tahun 2016 menemukan berbagai jenis bakteriofag di danau es permanen di Antartika Timur. Penelitian ini menunjukkan bahwa bakteriofag tersebut masih bisa infektif pada suhu yang sangat rendah.

Namun, dari semua penelitian ini, hanya virus DNA beruntai ganda yang telah diperhatikan secara mendetail, sehingga banyak virus lainnya mungkin belum teridentifikasi. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan eksperimen baru untuk memahami lebih baik tentang virus yang terperangkap di lingkungan beku permanen.

Virus Anthrax di Siberia

Pada tahun 2016, sebuah kasus yang mengejutkan terjadi di Siberia. Gelombang panas yang melanda wilayah tersebut menyebabkan permafrost mencair dan membebaskan spora anthrax yang terkubur bersama bangkai rusa kutub yang terinfeksi puluhan tahun sebelumnya. Akibatnya, terjadi wabah anthrax yang menewaskan satu orang dan ratusan rusa kutub, serta membuat puluhan orang lainnya harus menjalani perawatan medis.

Kasus ini menunjukkan betapa nyata dan berbahayanya ancaman virus dan bakteri yang “terbangun” dari es yang mencair. Peristiwa ini juga menekankan pentingnya penelitian dan pemantauan yang lebih intensif terhadap mikroorganisme purba yang mungkin muncul kembali. Selain itu, ini menunjukkan bagaimana perubahan iklim bisa menghidupkan kembali patogen yang telah lama terlupakan, menimbulkan risiko kesehatan yang tidak terduga.

Apakah semua mikroba purba benar-benar tua?

Faktanya, ketika bekerja dengan lingkungan beku permanen, sulit sekali menghindari kontaminasi inti es dengan DNA atau mikroorganisme modern. Karena itu, sangat penting untuk mengikuti aturan ketat dalam memastikan keaslian hasil penelitian DNA kuno yang diperoleh dari sampel tersebut. Saat ini, jelas bahwa fokus utama adalah menghindari kontaminasi yang tidak sengaja dari DNA atau mikroorganisme modern dan memastikan bahwa hasil penelitian dapat direplikasi secara independen.

Masa Depan yang Menanti Kita?

Source by: National Library of Medicine

Suhu bumi sudah 1,2 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan masa pra-industri, dan para ilmuwan telah memperingatkan bahwa Arktik akan mengalami musim panas tanpa es pada tahun 2030-an.

Patogen purba (atau mikroba yang membawa elemen genetik yang berpotensi membahayakan, seperti plasmid atau integron yang resistan terhadap antibiotik), dilepaskan secara besar-besaran ketika es mencair akibat pemanasan global.

Setelah diaktifkan kembali (atau dibangkitkan), mikroba ini memasuki lingkungan alami, dekat pemukiman manusia, sehingga menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan tanaman, hewan, dan manusia. Berton-ton mikroba yang tersimpan selama ribuan tahun di es glasial atau lapisan es, banyak di antaranya berkerabat dekat dengan patogen manusia dan hewan, diaktifkan kembali dan dilepaskan ke lingkungan perairan dan darat.

Oleh karena itu, seperti yang ditunjukkan oleh wabah penyakit baru-baru ini yang disebabkan oleh mikroba patogen yang dianggap telah punah dan tersimpan dalam es kutub selama berabad-abad, terdapat risiko serius untuk terjadinya epidemi (atau bahkan pandemi) di masa depan yang lebih sering terjadi.

Dalam tiga dekade terakhir, upaya ilmiah yang besar telah dilakukan untuk lebih memahami keanekaragaman mikrobioma yang terkubur di Kutub, serta untuk memprediksi potensi ancaman yang mungkin ditimbulkannya terhadap manusia (dan makhluk hidup lainnya), setelah dibangkitkan dan dibebaskan dari pengaruhnya.

Kekhawatiran mengenai kemungkinan munculnya penyakit menular dari pencairan es di kutub semakin besar. Penyakit-penyakit ini mungkin sudah hilang dari Bumi ribuan atau jutaan tahun lalu. Namun jika kita terus mengubah iklim global dan mengganggu ekosistem, kemungkinan kita akan lebih sering bersentuhan dengan patogen yang terperangkap di es ini. Karena situasi ini tampaknya tidak bisa dihindari, kita harus siap menghadapi kemungkinan tersebut.

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version