Perkembangan modern saat ini sedang dihadapkan pada tantangan serius dalam bentuk krisis lingkungan. Deforestasi, degradasi tanah, pencemaran, kepunahan spesies, penipisan lapisan ozon, hujan asam, dan pemanasan global adalah beberapa bentuk krisis lingkungan yang sedang menghantui masa kini. Permasalahan ini disebut sebagai krisis lingkungan karena mengancam keseimbangan ekosistem bumi yang merupakan fondasi bagi kelangsungan hidup dan peradaban manusia.

Highlight :

  • Deforestasi, polusi, Dan pemanasan global akan menjadi penyebab utama kepunahan saat ini.
  • Hilangnya 4–10% spesies hewan akan terjadi pada tahun 2060–2080 M
  • Penyebab utamanya akan berubah dari polusi-deforestasi menjadi deforestasi-pemanasan.
  • Deforestasi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 257.384 hektar

Bumi sebagai tempat tinggal manusia saat kini memiliki luas sekitar 510 juta km² dengan daratan hanya sebesar 29,2% dari total tersebut. Sisanya? adalah perairan. Dari 149 juta km² daratan yang ada, 20% tertutup oleh salju, 20% merupakan pegunungan dan hutan, 20% adalah tanah kering, 30% cocok untuk pertanian, dan 10% terdiri dari padatan tanpa lapisan tanah.

Hal ini menunjukkan bahwa luas daratan yang mendukung aktivitas manusia hanya sekitar 45 juta km². Data ini menekankan bahwa Bumi adalah tempat tinggal manusia yang sangat terbatas. Kapasitas Bumi untuk menghasilkan makanan, air, dan mendukung aktivitas manusia lainnya terbatas pada lahan seluas 45 juta km² tersebut, ditambah dengan kontribusi dari lautan. Bumi kita ibarat sebuah tabung kaca raksasa. Dalam kondisi apakah kita saat ini berada?

Sejarah Deforestasi dan Dampaknya

Sejak ribuan tahun yang lalu, manusia telah menebang hutan untuk berbagai keperluan. Sekitar 2.000 tahun lalu, 80 persen wilayah Eropa Barat masih berupa hutan. Namun, kini hanya tersisa 34 persen. Di Amerika Utara, sekitar setengah hutan di bagian timur telah ditebang antara tahun 1600-an hingga 1870-an untuk keperluan kayu dan pertanian. Tiongkok juga mengalami kehilangan besar hutan selama 4.000 tahun terakhir, dengan hanya 20 persen wilayahnya yang masih berhutan.

Deforestasi adalah pembukaan hutan secara sengaja. Sepanjang sejarah hingga zaman modern, hutan ditebang untuk dijadikan lahan pertanian, peternakan, serta untuk mendapatkan kayu sebagai bahan bakar, manufaktur, dan konstruksi. Saat ini, deforestasi terbesar terjadi di hutan hujan tropis, yang disebabkan oleh pembangunan jalan besar-besaran di daerah yang sebelumnya sulit dijangkau. Pembangunan atau perbaikan jalan menuju hutan membuatnya lebih mudah dieksploitasi.

Pertanian tebang-dan-bakar juga menjadi penyebab utama deforestasi di daerah tropis. Dengan metode ini, petani membakar hutan sehingga abunya bisa menyuburkan lahan untuk tanaman. Namun, kesuburan tanah ini hanya bertahan beberapa tahun, sehingga petani harus mengulangi proses ini di tempat lain. Hutan tropis juga ditebang untuk kayu, peternakan, serta perkebunan kelapa sawit dan karet.

Deforestasi bisa menyebabkan lebih banyak karbon dioksida dilepaskan ke udara. Pohon menyerap karbon dioksida dari udara untuk fotosintesis, dan karbon tersebut tersimpan di dalam kayunya. Ketika pohon dibakar, karbon ini kembali ke udara sebagai karbon dioksida. Dengan semakin sedikit pohon yang bisa menyerap karbon dioksida, gas rumah kaca ini menumpuk di atmosfer dan mempercepat pemanasan global.

Dalam jangka pendek, hilangnya pohon membuat tanah lebih mudah terkikis. Hal ini membuat tanaman yang tersisa lebih rentan terhadap kebakaran karena hutan yang awalnya lembab dan tertutup berubah menjadi lingkungan terbuka dan kering.

Deforestasi juga mengancam keanekaragaman hayati dunia. Hutan tropis adalah rumah bagi banyak spesies hewan dan tumbuhan. Ketika hutan ditebang atau dibakar, banyak spesies ini bisa punah. Beberapa ilmuwan mengatakan kita sedang berada di tengah episode kepunahan massal.

Deforestasi di Indonesia

Hasil analisis dari Auriga Nusantara menunjukkan bahwa deforestasi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 257.384 hektar. Ironisnya, sebagian besar deforestasi ini terjadi di dalam kawasan hutan milik negara.

Deforestasi tahun ini juga semakin meluas dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, deforestasi tercatat mencapai 230.760 hektar. Dari analisis tersebut, Auriga mencatat bahwa deforestasi di Indonesia pada tahun 2023 naik sebesar 26.624 hektar dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari segi wilayah, deforestasi terbesar terjadi di Kalimantan Barat dengan luas 35.162 hektar, diikuti oleh Kalimantan Tengah (30.433 hektar), Kalimantan Timur (28.633 hektar), Sulawesi Tengah (16.679 hektar), Kalimantan Selatan (16.067 hektar), Kalimantan Utara (14.316 hektar), Riau (13.268 hektar), dan Papua Selatan (12.640 hektar).

Akibat dari Deforestasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terdapat 31 taman nasional, 45 cagar alam, dan 26 suaka margasatwa yang mengalami deforestasi sepanjang 2023. Jika hal ini dibiarkan akan berdampak terjadinya kepunahan pada Tumbuhan dan Hewan Endemik di Indonesia.

Deforestasi Memasuki Babak Kepunahan Massal

Penyebab utama Kepunahan massal yang terjadi saat ini adalah kenaikkan suhu dan deforestasi. Hal ini dikarenakan deforestasi terhadap hewan darat seharusnya sama besarnya dengan dampak penggundulan hutan, dan 80–90% spesies darat menghuni hutan. 

Selain itu daun pohon merupakan sumber nutrisi utama di alam laut dan untuk mengendalikan keanekaragaman hewan laut. Oleh karena itu Deforestasi merupakan faktor penting dalam menilai besarnya kepunahan hewan darat ataupun laut.

Studi Kasus Deforestasi di Haiti yang Menjadi Bukti Kepunahan Massal

Pictured By : Mongabay

Temuan baru menunjukkan bahwa dengan laju deforestasi saat ini, seluruh hutan primer Haiti akan musnah dalam dua dekade mendatang, sehingga menyebabkan hilangnya sebagian besar spesies endemik negara tersebut. Haiti dikenal sebagai negara dengan proporsi amfibi terancam punah tertinggi di dunia dan hal ini sebagian besar disebabkan oleh deforestasi.

Selain punahnya hewan-hewan unik yang tidak ditemukan di tempat lain, penggundulan hutan di Haiti mempunyai konsekuensi lain yaitu tanah longsor dan banjir. Para peneliti menemukan bahwa tanpa akar pohon yang menahan tanah, pegunungan cenderung kehilangan lapisan atas tanah akibat erosi segera setelah penggundulan hutan. Dan tanpa pepohonan yang dapat menyerap air hujan, daerah dataran rendah akan lebih rentan terhadap bencana banjir.

Penggundulan hutan di Haiti sebagian besar disebabkan oleh pertanian skala kecil dan produksi arang, yang melibatkan pemanenan kayu dan pemanasan untuk menghilangkan air dan senyawa yang mudah menguap. Melakukan hal ini mengubah kayu menjadi sumber bahan bakar yang dapat dibakar tanpa menghasilkan banyak asap.

Sekitar 11 juta orang tinggal di Haiti, dan banyak dari mereka bergantung pada arang kayu sebagai bahan bakar dan pertanian subsisten untuk makanan. Ketika dataran rendah kehilangan pepohonan, orang-orang mulai menebang hutan semakin tinggi hingga ke pegunungan.

Upaya Pemulihan dan Konservasi

Meskipun dampak deforestasi sangat parah, upaya konservasi menunjukkan bahwa pemulihan masih mungkin terjadi. Di Amerika Utara, misalnya, banyak hutan yang telah pulih berkat upaya pelestarian dan rehabilitasi. Namun, tantangan global deforestasi memerlukan tindakan kolektif dan berkelanjutan untuk melindungi hutan yang tersisa dan memulihkan yang telah hilang.

Jadi, apa langkah kita?

Deforestasi bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah kemanusiaan yang mempengaruhi keberlanjutan kehidupan di bumi. Upaya untuk mengurangi deforestasi dan melindungi hutan yang tersisa sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah kepunahan massal yang mengancam planet kita. Melalui tindakan kolektif, edukasi, dan kebijakan yang tepat, kita dapat melindungi dan memulihkan hutan demi masa depan yang lebih baik.

Share.

1 Komentar

  1. Pingback: Kerusakan Lingkungan Adalah Bentuk Kejahatan Kemanusiaan

Leave A Reply

Exit mobile version