Filsafat disebut sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan yang ada. Sehingga banyak yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu yang “paling istimewa” dan menempati posisi tertinggi diantara semua ilmu pengetahuan. Banyak ahli yang berpendapat bahwa filsafat merupakan sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab mendalam segala sesuatu hingga mempertanyakan sesuatu secara radikal dengan penalaran yang tajam.

Tan Malaka merupakan tokoh pemikir dan pejuang terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Buku-buku karyanya telah banyak dibaca oleh tokoh-tokoh perjuangan republik dan menjadi idola dari banyak pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia, termasuk Sukarni, Chaerul Saleh dkk. Bahkan tokoh sekaliber Soekarno pernah menjadikan karya Tan Malaka sebagai sumbu perjuangan kemerdekaan.

Disaat tokoh-tokoh kemerdekaan belum sampai pada pergerakan kemerdekaan, Tan Malaka telah jauh memikirkan bentuk negara Indonesia dengan melahirkan buku “Naar de Republiek Indonesia” atau Menuju Republik Indonesia. Buku tersebut jugalah yang menjad fondasi awal bagaimana tokoh pergerakan mulai menggelorakan semangat kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Menurut Hasan Nasbi, seorang tokoh dari Minangkabau bahwa Tan Malaka adalah seorang pemikir tercanggih abad ini yang mana buku karya Tan yang berjudul Madilog, masih terlalu “Canggih” dan relevan hingga sekarang. Hasan mengatakan bahwa buku Madilog merupakan bentuk kritik Tan terhadap kesesatan berfikir bangsa kita yang tidak menempatkan sains dalam aspek-aspek kehidupan tetapi lebih mempercayai sisi-sisi mistik hingga hari ini.

Madilog juga diaggap sebagai buku yang mengajarkan bagaimana proses bernalar yang benar melalui tiga terminologi yang juga merupakan akronim dari judul buku Madilog yaitu, materialisme, dialektika, dan logika. Lalu apa hubungan Tan Malaka dengan Filsafat?

filsafat dalam madilog
Buku Madilog Tan Malaka (Ig @bukuakik)

Filsafat Menurut Tan Malaka

Ketika kita menonton pertandingan sepakbola, maka kita mesti membedakan yang mana pemain dari salah satu klub dan mana pemain yang menjadi lawannya. Dengan begitu kita bisa tahu mana tim yang menang dan yang kalah. Mana dari kedua tim yang bagus permainannya.

Begitu juga menurut Tan, ketika kita memilih untuk belajar ilmu filsafat, kita mesti memisahkan arah pikiran filsafat tersebut. Karena jika tidak, maka kita akan kebingungan mempelajari filsafat itu sendiri, disebabkan sangat banyak sumber-sumber buku bacaan filsafat dan berbagai macam filsuf dengan pandangan yang berbeda.

Marxisme merupakan salah satu dari filsafat terkenal yang digagas oleh Karl Marx. Marx terkenal sebagai bapak dialektis, materialisme dan surplus value, yaitu nilai yang timbul dari buruh tetapi dimiliki oleh kaum kapitalis. Pada satu barisan kaum idealis selalu bertentangan dengan kaum materialis.

Dalam pandangan Tan Malaka, Marx dan Engels dianggap sebagai dua orang yang melahirkan kelas-kelas sosial dalam masyarakat. Kaum “idealis” umumnya memihak pada kaum yang berkuasa (borjuis), sedangkan kaum materialis lebih berpihak pada proletar dan kaum tertindas.

Menurut Marx-Engels, Idealis dan Materialis dijadikan sebagai ukuran untuk memisahkan para ahli filsafat dalam dua barisan. Pertama, disebut primus dan yang kedua disebut matter atau idea. Yang mengatakan pikiran terlebih dahuli dianggap sebagai pengikut idealisme, dan yang mengatakan matter (benda) terlebih dahulu sebelum pikiran dianggap sebagai materialis.

Dengan memisahkan filsafat, kita akan lebih mudah memahami dan belajar filsafat. Kita bisa mengambil contoh, David Hume dianggap sebagai ahli filsafat, dan kita bisa menggambarkan semua ahli filsafat idealis mulai dari Plato sampai Hegel.

Bagi Hegel, “Absolute Idea” adalah yang membuat sebuah benda menjadi “Realitat” atau ada. Karena seperti yang kita bahas sebelumnya bahwa menurut kaum idealis “Ide” mendahului “Benda”. Dapat disimpulkan karena ide maka benda itu ada. Absolut idea sama dengan metafisika yaitu suatu yang gaib dan diluar dari ilmu alam.

Materialisme lebih mengedepankan kenyataan matter atau benda itu sudah lebih dulu ada. Sebagai contoh, air yang dulu dianggap oleh Thales sebagai awal mula alam dan materi pembentuknya hingga dianggap sebagai barang yang ajaib, sekarang kita sudah tahu darimana asalnya air. Sudah diketahui bahwa air merupakan gabungan dari dua unsur atau zat yang berbeda yakni hidrogen dan oksigen. Jadi, kaum materialis lebih menekankan pada wujud keberadaan benda (matter) itu sendiri.

Awal mulanya filsafat adalah sumber dari segala ilmu, semua persoalan akan dijawab dengan filsafat. Semua pengetahuan tentang bumi, bintang, langit hingga alam pikiran itu merupakan ilmu filsafat. Tetapi, hari ini kita sudah mengenal berbagai macam cabang ilmu. Ilmu bumi kita sebut sebagai geografi, ilmu langit dan bintang disebut sebagai astronomi, ilmu yang mempelajari makhluk hidup disebut sebagai biologi.

Dengan belajar filsafat, tentu kita mampu memahami semua latar belakang ilmu. Filsafat membuat semua pengetahuan jadi terang benderang. Dalam belajar filsafat seperti kata Tan Malaka, kita harus bisa memisahkan pandangan-pandangan dari ahli filsafat agar lebih mudah memahami filsafat itu sendiri.

Idealisme, Materialisme dan Pertentangan Kelas

Filsafat idealisme lahir atas keyakinan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pemikiran, akal, atau jiwa, dan bukan benda material dan kekuatan. Aliran ini menekankan pentingnya keunggulan pikiran, jiwa, atau roh daripada hal-hal yang bersifat kebendaan. Idealisme sering diterjemahkan dan dijunjung tinggi sebagai suatu ilmu yang “suci” dan lebih mementingkan berpikir daripada makan, bahkan lebih jauh lagi idealisme bisa sampai tidak lagi berpijak pada hal-hal duniawi.

David Hume memisahkan antara ide dan benda, ia menganggap bahwa yang ada itu hanya “ide”. Kalau kata Hume “Engkau” hanya ide bagi saya. Semua pengertian ada di “dalam” saya, bukan yang ada di luar saya, kata Hume. Jeruk sebagai benda, bumi sebagai benda, manusia sebagai benda, bagi Hume itu tidak ada. Yang ada hanya ide, pikiran dan pengertian tentang jeruk, bumi dan manusia itu saja. Dengan begitu Hume telah membatalkan atau menolak benda dan mengakui hanya ada ide saja, membatalkan adanya dirinya sendiri dan mengakui bahwa dirinya sendiri pun sebenarnya tidak ada. Begitulah konsekuensi dari filsafat idealisme, dengan membatalkan adanya benda, maka ia telah membatalkan dirinya sendiri.

Berbeda dengan idealisme, materialisme lebih memandang ada itu sebagai sebuah benda atau materi secara riil atau fakta. Filsafat materialisme menyatakan bahwa materi (matter) adalah satu-satunya substansi yang benar-benar ada, dan segala sesuatu yang tidak dapat dilihat secara riil dianggap tidak ada. Materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide yang menentukan materi. Dalam filsafat, materialisme juga menyatakan bahwa semua fakta, termasuk fakta tentang pikiran dan kehendak manusia serta jalannya sejarah manusia, secara kausal bergantung pada proses fisik, atau bahkan dapat direduksi menjadi proses fisik. 

Materialisme dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, materialisme historis yang merupakan pandangan terhadap sejarah sebagaimana bumi dan bintang berjalan, bersejarah, menurut hukum gravitasi Newton, sebagaimana sejarah tumbuhan-hewan dan manusia menurut teori evolusi Darwin, begitulah sejarah masyarakat manusia yang bersejarah menurut Tan Malaka. Sedangkan materialisme dialektis dianggap sebagai kenyataan yang pokok harus berdasar pada benda yang material.

Pandangan materialisme dialektis adalah tentang kemungkinan manusia mencapai pemahaman yang lebih tepat dan komprehensif tentang suatu realitas. Pada saat yang sama, materialisme historis mengambil tema gerakan sejarah (manusia) dan berakar pada produksi dan distribusi objek material. Marx percaya bahwa realitas dijelaskan dalam hubungannya dengan dunia sosial manusia atau yang disebut hubungan sosial.

Pertentangan kelas sebagaimana dikemukakan Tan Malaka ialah pertentangan antara kelas-kelas sosial masyarakat, berdasar atas pertentangan ekonomi antara kaum modal (borjuis) dan kaum buruh (proletar). Perjuangan kelas tertutup dan terbuka, inilah arti sebenarnya filsafat menurut Tan, dan arti dari dialektika yang sebelumnya. Kata Tan, ia boleh melayang tinggi seperti Hegelis dan tinggal ditanah seperti dialektis materialisme (orang mesti makan dahulu sebelum berfikir kalau kata Engels), tetapi filsafat itu adalah bayangan masyarakat yang bertentangan. Bukan bayangan absolute idea seperti kata Hegel.

“Para ahli filsafat sudah memberi bermacam-macam pandangan tentang dunia itu. Yang perlu lagi ialah menukar dunia itu!

Tan Malaka

Baca Juga : Ganja Medis : Benarkah Ganja Bermanfaat

Share.

1 Komentar

  1. Pingback: Cryptarithm: Teka-Teki Matematika yang Menantang dan Seru

Leave A Reply

Exit mobile version