Teruslah Bodoh Jangan Pintar, itulah frasa yang menggambarkan bagaimana rakyat hanya diperdaya oleh orang-orang yang memegang tampuk kekuasaan. Kebodohan akan selalu dipelihara agar saat mereka (Pejabat) mengeruk semua sumber daya alam untuk dinikmati sendiri dan mendapatkan kekayaan sendiri, rakyat hanya bisa pasrah menyaksikan itu semua tanpa adanya “Perlawanan.”
Disaat banyak orang-orang bungkam dengan permasalahan ini, sekelompok aktivis lingkungan mengatur rencana untuk menggagalkan konglomerasi tambang untuk mendapatkan izin konsesi lahan tambang baru yang akan digarap oleh perusahaan “Liem” sekeluarga. Mereka mengungkapkan bahwa perusahaan milik Liem tidak boleh lagi diberi izin konsesi lahan tambang baru, karena perusahaan ini tidak pernah melakukan “AMDAL” sebelum mereka mengeruk sumber daya alam ditanah milik warga. Perusahaan milik Liem juga tidak pernah menjalankan kewajiban atas tanggung jawab reklamasi sisa-sisa lubang galian tambang.
Cerita ini dimulai didalam sebuah ruangan pertemuan berukuran 3×6 meter. Di ruangan ini pula dilakukan sidang untuk mendapatkan konsesi oleh PT Semesta Minerals & Mining, yang menentukan apakah izin konsesi itu akan mereka dapatkan atau tidak. Perusahaan yang diwakili oleh seorang pengacara kenamaan bernama Hotma Cornelius yang sudah tidak asing lagi didunia hukum. Orang ini selalu memenangkan semua persidangan yang diikutinya dalam mendampingi klien, mulai dari klien artis, pejabat dan pengusaha. Persidangan kali ini menjadi medan pertempuran hebat antara Hotma yang mewakili sebagai kuasa hukum PT Semesta Minerals & Mining dengan kelompok aktivis lingkungan yang menolak untuk pemerintah memberikan izin tambang baru kepada perusahaan ini.
Penolakan oleh aktivis lingkungan ini bukan tanpa sebab, PT SMM sudah terlalu banyak melakukan pelanggaran terhadap izin yang mereka dapatkan, dan tidak pernah bertanggungjawab atas apa yang telah perusahaan meraka akibatkan. Aktivis lingkungan menghadirkan saksi-saksi yang merasakan langsung bagaimana perusahaan tambang ini telah jelas-jelas melakukan penrusakan alam dan hanya mau mengeruk sumber daya alamnya saja tanpa mempedulikan aspek lingkungan yang tertuang dalam Amdal.
“Saat hukum dan kekuasaan dipegang oleh serigala-serigala buas berbulu domba. Saat seluruh negeri dikangkangi orang-orang jualan sok sederhana tapi sejatinya serakah. Apakah kalian akan tutup mata, tutup mulut, tidak peduli dengan apa yang terjadi? Atau kalian akan mengepalkan tangan ke udara, LAWAN!
Tere Liye – Penulis Novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Ulasan:
Buku ini menceritakan bagaimana licik dan serakahnya para serigara-serigala bahkan tikus-tikus yang memanfaatkan keuasaan mereka hanya untuk mendapatkan kekayaan untuk dirinya dan keluarganya. Betapa bodohnya rakyat yang masih memuja-muja mereka yang memegang kekuasaan dengan harapan mereka akan mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran darinya. Buku ini mengajak kita melihat bagaimana para pengusaha bisa “membeli” pejabat-pejabat dan juga penegak hukum di negara ini.
Demokrasi telah melahirkan oligarki-oligarki yang sewaktu-waktu bisa memerintahkan pemegang kekuasaan untuk mengubah aturan untuk kepentingan mereka. Novel ini juga sangat relate dengan kondisi sekarang, dimana para-para penjilat selalu menebeng dan selalu membela di Pemimpin ini dengan harapan imbalan yang besar. Kita bisa lihat hari ini, buzzer-buzzer istana yang selalu membela tuannya sekarang telah menduduki jabatan-jabatan penting dalam perusahaan milik negara.
Teruslah bodoh jangan pintar ini merupakan karya Tere Liye yang masuk dalam kategori pembaca “Dewasa”. Jika kalian belum berusia minimal 18 tahun, disarankan untuk jangan dulu membaca buku ini, karena buku ini sarat dengan alur yang berat untuk dipahami oleh pembaca pemula.
Buku ini merupakan buku karya Tere Liye yang baru saja diterbitkan pada 1 Februari 2024 lalu oleh Sabakgrip. Namun rupanya, melihat jumlah reviewer di internet, buku ini sudah dibaca oleh cukup banyak orang.
Saya tertarik membaca buku ini pertama kali karena direview oleh Ernest Prakasa di laman Twitter/X. Dan memang benar, buku ini sangat membuka mata saya terhadap isu-isu tentang kerusakan alam yang disebabkan tambang, warga pribumi digusur untuk lahan tambang, tanah-tanah milik rakyat diambil paksa oleh negara tanpa ganti rugi, hingga kejahatan-kejahatan HAM yang dilakukan oleh aparat negara hanya untuk membela pengusaha.
Novel Terusla Bodoh Jangan Pintar adalah buku karya Tere Liye yang pertama saya baca. Gaya penulisan yang enak dan mudah dibaca membuat saya tertarik dengan Bang Tere. Pada akhirnya saya membeli serial-serial aksi karya Bang Tere yang lainnya seperti, Negeri Para Bedeba, Tanah Para Bandit, dan yang terbaru Bandit-Bandit Berkelas.
Secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca, latar yang digambarkan oleh penulis dalam cerita juga sangat familiar, sehingga kita bisa membayangkan bagaimana kejadian sebenarnya pada cerita novel ini. Jadi, untuk kalian yang belum baca, dan belum kenal dengan karya Tere Liye, sepertinya buku ini layak dipertimbangkan untuk kalian baca dan mengenal sudut pandang Tere Liye.
Baca Juga: Melangkah Karya “J.S Khairen”: Pertarungan Kuda Pasola